I.PENDAHULUAN
Kata “nilai” dan “agama”, kata “pergeseran” bukanlah yang lazim dipakai di kalangan ilmu-ilmu sosial untuk menganalisis terjadinya perubahan-perubahan sesuatu yang bernilai di masyarakat. Demikian pula, Kata “nilai-nilai agama” (religious values) walaupun sering kali dipakai, merupakan istilah yang mengandung kekaburan pengertian. Di dalam studi tentang agama dan masyarakat para ahli Ilmu-ilmu sosial lebih cenderung memlilih istilah yang lebih jelas konkret, seperti “doktrin agama”, “ritus-ritus agama”, “kepercayaan agama” (religius belief). Ajaran agama baik yang mendalam maupun fundamentalis, yang sangat doktriner maupun ajaran-ajaran praktis, dalam proses pembentukan tingkah laku masyarakat yang menganutnya akan membentuk sistem nilai yang oleh koentjaraningrat dikategorikan dalam bentuk “wujud kebudayaan” sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Yaitu wujud dari sifat kebudayaan yang sifatnya abstrak, yang lokasinya “dalam alam pikiran” manusia warga masyarakat. Dengan penggunaan istilah “ajaran-ajaran agama” kita terhindar dari kesulitan dan tidak terbentur dengan istilah cultural value system” atau value orientation .
II.PERMASALAHAN
Banyak sekali ritual agama yang muncul di kalangan masyarkat dewasa ini, yang akan menimbulkan berbagai dampak pemahaman konsep tentang nilai-nilai Islam yang sebenarnya, minimnya pengetahuan tentang Islam membuat jamaah Islamiyah menjadi bingung dengan berbagai pilihan tentang ritus-ritus keagaman yang beragam, di jelaskan dalam dimensi-dimensi keagamaan tentang konsep knowledge dimensi bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang agama seseorang maka semakin baik agamanya, semakin bodoh pengetahuan tentang agama seseorang maka semakin jelek pula agamanya. Dan pada masyarakat kita kebanyakan hanya ikut-ikutan saja tanpa memperhatikan tentang nilai-nilai yang di kandung.
III.PEMBAHASAN
Tujuan da’wah Islam adalah li i’laa-i kalimatillah, untuk menegakkan syari’at dan nilai-nilai Islam di muka bumi ini. Yaitu tegaknya suatu sistem kehidupan yang mengarahkan manusia pada suatu prosesi penghambaan hanya kepada Allah saja. Apabila syari’at dan nilai-nilai Islam belum tegak, maka beragam prosesi penghambaan kepada selain Allah akan marak dan terus tumbuh subur dan juga pergeseran-pergeseran pemahaman.
Untuk mencapai tujuan tersebut, hanya ada satu jalan, yaitu: jalan da’wah. Inilah jalan yang telah ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasul-Rasul sebelumnya, juga para shiddiqin, syuhada dan shalihin, sebagaimana wasiat Allah swt kepada Rasul-Nya :
“Dan inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari jalan-Nya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-An’am:153)
Di jelaskan di atas bahwa tugas seorang dakwah haruslah menegakan syari’at-syari’at Islam jika tidak maka akan terjadi penyimpang dan penyelewengan nilai-nilai Islam. Mestinya mereka justru menyebarkan suatu konsep keislaman yang haqiqi yang berlandaskan hukum Islam bukanya mempengaruhi mereka kepada penyelewengan-penyelewengan Agama.
Di dalam analisis-analisis tentang perubahan masyarakat biasanya diterima asumsi, bahwa agama di anggapa unsur dan paling lambat berubah atau terpengaruh oleh kebudayaan lain, seperti sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem tekhnologi dan peralatan, serta persekutuan yang di timbulkan untuk menghadapi atau sebaliknya mendekati kelompok-kelompok kemasyarakatan yang lain .
Namun di sisi lain bahwa pengetahuan tentang agama pada masyarakat dewasa ini semakin memburuk dan akan sangat berpengaruh pada proses perubahan sistem nilai maka dengan ini perlunya kita sebagai dakwah Islam untuk menjaga sistem nilai yang di benar sesuai dengan syari’at Islam.
Berbagai Aliran-Aliran Yang Menyimpang Dari Sistem Nilai-Nilai Islam
1.Tentang Selamatan yang Biasa Disebut GENDURI “Kenduri atau Kenduren”
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan. Dan ini bertentangan dengan QS. Adz-Dzariyat 51:57:
Artinya:”Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” QS. Adz-Dzariyat. 51:57
Bahwa selamatan isinya adalah mempersembahkan makanan kepada Tuhan agar keinginan kita dikabulkan kita semua tau bahwa Tuhan tidak makan dan tidak minum.
Tujuan dari yang disebutkan di atas merupakan usaha untuk meletakkan diri pada keseimbangan dalam hubungan diri pribadi dengan segala ciptaan Tuhan, serta untuk membantu kesucian/penghapus dosa.
Namun hal ini bertentangan dengan QS. Az-Zumar. 39:2
Artinya;”Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”.
2.Tentang Sesajen
Sesajen tujuannya memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari. Dilakukan untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa. Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan dan hasil/rezeki di dunia akan mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa
Masalah ini bertentangan dengan Q.S. Yunus 10:106
Artinya:”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim".
Jelas hal ini bertentangan sekali dengan ajaran kita yaitu Islam bahwa Tuhan satu-satunya adalah Allah SWT tidak ada satupun yang meyerupainya, bukanya dewa yang kita sembah.
3.Tentang Kuade/Kembar Mayang
Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran.
Dan itu bertentangan dengan ajaran islam, Kita harus yakin atas pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sperti di jelaskan dalam QS. Ali Imron 3: 160 yang berbunyi :
Artinya:”Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
4.Tentang Pujian ”dilakukan sesudah adzan untuk menunggu iqomat”
Terdapat pada kitab Rig Weda hal. 10 :”Tunja tunji ya utari stoma indrastya wajrinah nawidhi asia sustutim” Artinya: ‘Makin tinggilah pujian kami dalam nyanyian kepada Dewa Indra Yang Perkasa’.
Hal ini bertentangan dengan QS. Al-A’Roof 7: 205.
Artinya:”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
5.Dll.
Dari berbagai sekte-sekte di atas diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pada masyarakat memang dari dulu sudah ada atau sudah melekat pada diri mereka, dan pada zaman dahulu memang belum adanya agama Islam yang muncul yang adanya adalah agama budha dan hindhu, sehingga aliran-aliran yang muncul akan sulit kita benahi sesuai dengan ajaran islam. Seperti halnya sesaji atau ritual sajen ambenian. Dalam ritual tersebut mengandung unsur mubazir karena menyia-yiakan makanan bahkan sampai membuangnya kemudian juga ada unsur syirik karena dalam ritual tersebut mempunyai kepercayaan bahwa sesaji itu untuk persembahan kepada leluhur, dan ketika tidak dilakukan atau kurang salah satu macam sesaji akan mendapat balak. Syirik adalah menyekutukan Allah dan itu sangat tidak diperbolehkan. Apalagi dalam penggunaan sesaji terdapat unsur mubaźirnya, karena menyia-nyiakan makanan. Maka penggunaan sesaji tidak diperbolehkan karena tidak sejalan dengan hukum Islam .
Melihat dari argumen di atas maka perlunya sebuah kesadaran dan penerapan-penerapan pemahaman yang benar, jika memang sesaji itu di peruntukan untuk sebuah persembahan kepada sang leluhur yang dianggap dewa atau sang penyelamat tentunya kita harus menyadarkan kepada mereka untuk tidak melakukan hal tersebut, karena itu merupakan tidak sesuai dengan ajaran, bahwa yang patuat di sembah adalah Allah SWT. Dan jika sesaji itu memang di peruntukan untuk manusia “syukuran” maka hal itu boleh-boleh saja selagi tidak menyimpang kepada nilai-nilai Islam.
Saifuddin Zuhri dalam buku yang di karang oleh Dr. H. Awaludin mengemukakan “bahwa pemimpin agama agar lebih giat lagi dalam menyadarkan orang-orang yang masih ragu dan bimbang terhadap agama, agar mereka berkemauan melakukan pendekatan pendekatan terhadap agama tanpa purbasangka apapun, sehingga mereka mau menerima agama dengan dada yang lapang dan penuh keinsyafan, sebab beragama tidak lain adalah naluri insting kemanusiaan yang tinggi dan berkeadaban, naluri untuk pelengkap jalan keselamatan dan yang kebahagiaan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, kewajiban umat beragama yang paling mutlak adalah menegakan asas ke-Easaan Tuhan, untuk menjadikan Tuhan Yang Maha Esa Sebagai satu-satunya yang harus di sembah. Dan juga telah menjadi kewajiban kita untuk menyadarkan mereka mau menerima dan menjunjung tinggi serta mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dilakukan atas kesadaran, keinsyafan, dan ketaatan.
Dari kebanyakan aliran-aliran yang muncul di kalangan sekitar kita maka perlu upaya untuk menyadarkan masyarakat dengan metode dakwah dengan cara hikmah, dakwah dengan nasihat-nasihat yang baik sesuai dengan asas-asas kemanusaian dan keadilan bagi seluruh masyarakat mengingat agama Islam adalah agama yang cinta damai dan sangat membela tentang hak asasi manusia dan agama Islama merupakan agama yang Rahmatan lil’alamin.
IV.KESIMPULAN
Dari berbagai pembahasan diatas bahwa nilai-nilai Islam sangatlah dekat dengan kebudayaan dan keyakinan diri seseorang terhadap sang Khalik, nilai-nilai Islam itu ada karena terciptanya suatu tatanan di dalam kehidupan kita sehari-hari, namun jika nilai-nilai itu tidak sejalan sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam Islam, maka itu akan berubah menjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap islam itu sendiri. Maka perlunya kita sebagai dakwah Islam tentunya akan membenahi hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SWT, dengan jalan dakwah yang baik, damai, tentunya dengan mengedepankan nilai-nilai taukhid dalam upaya dakwah kita.
V.PENUTUP
Demikianlah pembahsan tentang niai-nilai Islam yang menyimpang dari ajaran Islam, semoga dengan adanya pembahasan ini penulis berharap kita semua bisa menyadari, dan menolak pada hal-hal yang menyimpang tersebut. Dan semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Pimay Awaludin, 2005, Paradigma DAKWAH HUMANIS, Strategi dan metode dakwah Prof. KH. Saefuddin Zuhri,RaSAIL, Semarang.
Wahid Abdurahman, 2003, Islam Kosmopolitan, Nilai-Nilai Indonesia & Transformasi kebudayaan, The Wahid Institut: Jakarta
http://tanfidz.wordpress.com
http://ruqyah-online.blogspot.com
http://digilib.uin-suka.ac.id
Kata “nilai” dan “agama”, kata “pergeseran” bukanlah yang lazim dipakai di kalangan ilmu-ilmu sosial untuk menganalisis terjadinya perubahan-perubahan sesuatu yang bernilai di masyarakat. Demikian pula, Kata “nilai-nilai agama” (religious values) walaupun sering kali dipakai, merupakan istilah yang mengandung kekaburan pengertian. Di dalam studi tentang agama dan masyarakat para ahli Ilmu-ilmu sosial lebih cenderung memlilih istilah yang lebih jelas konkret, seperti “doktrin agama”, “ritus-ritus agama”, “kepercayaan agama” (religius belief). Ajaran agama baik yang mendalam maupun fundamentalis, yang sangat doktriner maupun ajaran-ajaran praktis, dalam proses pembentukan tingkah laku masyarakat yang menganutnya akan membentuk sistem nilai yang oleh koentjaraningrat dikategorikan dalam bentuk “wujud kebudayaan” sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Yaitu wujud dari sifat kebudayaan yang sifatnya abstrak, yang lokasinya “dalam alam pikiran” manusia warga masyarakat. Dengan penggunaan istilah “ajaran-ajaran agama” kita terhindar dari kesulitan dan tidak terbentur dengan istilah cultural value system” atau value orientation .
II.PERMASALAHAN
Banyak sekali ritual agama yang muncul di kalangan masyarkat dewasa ini, yang akan menimbulkan berbagai dampak pemahaman konsep tentang nilai-nilai Islam yang sebenarnya, minimnya pengetahuan tentang Islam membuat jamaah Islamiyah menjadi bingung dengan berbagai pilihan tentang ritus-ritus keagaman yang beragam, di jelaskan dalam dimensi-dimensi keagamaan tentang konsep knowledge dimensi bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang agama seseorang maka semakin baik agamanya, semakin bodoh pengetahuan tentang agama seseorang maka semakin jelek pula agamanya. Dan pada masyarakat kita kebanyakan hanya ikut-ikutan saja tanpa memperhatikan tentang nilai-nilai yang di kandung.
III.PEMBAHASAN
Tujuan da’wah Islam adalah li i’laa-i kalimatillah, untuk menegakkan syari’at dan nilai-nilai Islam di muka bumi ini. Yaitu tegaknya suatu sistem kehidupan yang mengarahkan manusia pada suatu prosesi penghambaan hanya kepada Allah saja. Apabila syari’at dan nilai-nilai Islam belum tegak, maka beragam prosesi penghambaan kepada selain Allah akan marak dan terus tumbuh subur dan juga pergeseran-pergeseran pemahaman.
Untuk mencapai tujuan tersebut, hanya ada satu jalan, yaitu: jalan da’wah. Inilah jalan yang telah ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasul-Rasul sebelumnya, juga para shiddiqin, syuhada dan shalihin, sebagaimana wasiat Allah swt kepada Rasul-Nya :
“Dan inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari jalan-Nya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-An’am:153)
Di jelaskan di atas bahwa tugas seorang dakwah haruslah menegakan syari’at-syari’at Islam jika tidak maka akan terjadi penyimpang dan penyelewengan nilai-nilai Islam. Mestinya mereka justru menyebarkan suatu konsep keislaman yang haqiqi yang berlandaskan hukum Islam bukanya mempengaruhi mereka kepada penyelewengan-penyelewengan Agama.
Di dalam analisis-analisis tentang perubahan masyarakat biasanya diterima asumsi, bahwa agama di anggapa unsur dan paling lambat berubah atau terpengaruh oleh kebudayaan lain, seperti sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem tekhnologi dan peralatan, serta persekutuan yang di timbulkan untuk menghadapi atau sebaliknya mendekati kelompok-kelompok kemasyarakatan yang lain .
Namun di sisi lain bahwa pengetahuan tentang agama pada masyarakat dewasa ini semakin memburuk dan akan sangat berpengaruh pada proses perubahan sistem nilai maka dengan ini perlunya kita sebagai dakwah Islam untuk menjaga sistem nilai yang di benar sesuai dengan syari’at Islam.
Berbagai Aliran-Aliran Yang Menyimpang Dari Sistem Nilai-Nilai Islam
1.Tentang Selamatan yang Biasa Disebut GENDURI “Kenduri atau Kenduren”
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan. Dan ini bertentangan dengan QS. Adz-Dzariyat 51:57:
Artinya:”Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” QS. Adz-Dzariyat. 51:57
Bahwa selamatan isinya adalah mempersembahkan makanan kepada Tuhan agar keinginan kita dikabulkan kita semua tau bahwa Tuhan tidak makan dan tidak minum.
Tujuan dari yang disebutkan di atas merupakan usaha untuk meletakkan diri pada keseimbangan dalam hubungan diri pribadi dengan segala ciptaan Tuhan, serta untuk membantu kesucian/penghapus dosa.
Namun hal ini bertentangan dengan QS. Az-Zumar. 39:2
Artinya;”Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”.
2.Tentang Sesajen
Sesajen tujuannya memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari. Dilakukan untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa. Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan dan hasil/rezeki di dunia akan mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa
Masalah ini bertentangan dengan Q.S. Yunus 10:106
Artinya:”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim".
Jelas hal ini bertentangan sekali dengan ajaran kita yaitu Islam bahwa Tuhan satu-satunya adalah Allah SWT tidak ada satupun yang meyerupainya, bukanya dewa yang kita sembah.
3.Tentang Kuade/Kembar Mayang
Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran.
Dan itu bertentangan dengan ajaran islam, Kita harus yakin atas pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sperti di jelaskan dalam QS. Ali Imron 3: 160 yang berbunyi :
Artinya:”Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
4.Tentang Pujian ”dilakukan sesudah adzan untuk menunggu iqomat”
Terdapat pada kitab Rig Weda hal. 10 :”Tunja tunji ya utari stoma indrastya wajrinah nawidhi asia sustutim” Artinya: ‘Makin tinggilah pujian kami dalam nyanyian kepada Dewa Indra Yang Perkasa’.
Hal ini bertentangan dengan QS. Al-A’Roof 7: 205.
Artinya:”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
5.Dll.
Dari berbagai sekte-sekte di atas diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pada masyarakat memang dari dulu sudah ada atau sudah melekat pada diri mereka, dan pada zaman dahulu memang belum adanya agama Islam yang muncul yang adanya adalah agama budha dan hindhu, sehingga aliran-aliran yang muncul akan sulit kita benahi sesuai dengan ajaran islam. Seperti halnya sesaji atau ritual sajen ambenian. Dalam ritual tersebut mengandung unsur mubazir karena menyia-yiakan makanan bahkan sampai membuangnya kemudian juga ada unsur syirik karena dalam ritual tersebut mempunyai kepercayaan bahwa sesaji itu untuk persembahan kepada leluhur, dan ketika tidak dilakukan atau kurang salah satu macam sesaji akan mendapat balak. Syirik adalah menyekutukan Allah dan itu sangat tidak diperbolehkan. Apalagi dalam penggunaan sesaji terdapat unsur mubaźirnya, karena menyia-nyiakan makanan. Maka penggunaan sesaji tidak diperbolehkan karena tidak sejalan dengan hukum Islam .
Melihat dari argumen di atas maka perlunya sebuah kesadaran dan penerapan-penerapan pemahaman yang benar, jika memang sesaji itu di peruntukan untuk sebuah persembahan kepada sang leluhur yang dianggap dewa atau sang penyelamat tentunya kita harus menyadarkan kepada mereka untuk tidak melakukan hal tersebut, karena itu merupakan tidak sesuai dengan ajaran, bahwa yang patuat di sembah adalah Allah SWT. Dan jika sesaji itu memang di peruntukan untuk manusia “syukuran” maka hal itu boleh-boleh saja selagi tidak menyimpang kepada nilai-nilai Islam.
Saifuddin Zuhri dalam buku yang di karang oleh Dr. H. Awaludin mengemukakan “bahwa pemimpin agama agar lebih giat lagi dalam menyadarkan orang-orang yang masih ragu dan bimbang terhadap agama, agar mereka berkemauan melakukan pendekatan pendekatan terhadap agama tanpa purbasangka apapun, sehingga mereka mau menerima agama dengan dada yang lapang dan penuh keinsyafan, sebab beragama tidak lain adalah naluri insting kemanusiaan yang tinggi dan berkeadaban, naluri untuk pelengkap jalan keselamatan dan yang kebahagiaan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, kewajiban umat beragama yang paling mutlak adalah menegakan asas ke-Easaan Tuhan, untuk menjadikan Tuhan Yang Maha Esa Sebagai satu-satunya yang harus di sembah. Dan juga telah menjadi kewajiban kita untuk menyadarkan mereka mau menerima dan menjunjung tinggi serta mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dilakukan atas kesadaran, keinsyafan, dan ketaatan.
Dari kebanyakan aliran-aliran yang muncul di kalangan sekitar kita maka perlu upaya untuk menyadarkan masyarakat dengan metode dakwah dengan cara hikmah, dakwah dengan nasihat-nasihat yang baik sesuai dengan asas-asas kemanusaian dan keadilan bagi seluruh masyarakat mengingat agama Islam adalah agama yang cinta damai dan sangat membela tentang hak asasi manusia dan agama Islama merupakan agama yang Rahmatan lil’alamin.
IV.KESIMPULAN
Dari berbagai pembahasan diatas bahwa nilai-nilai Islam sangatlah dekat dengan kebudayaan dan keyakinan diri seseorang terhadap sang Khalik, nilai-nilai Islam itu ada karena terciptanya suatu tatanan di dalam kehidupan kita sehari-hari, namun jika nilai-nilai itu tidak sejalan sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam Islam, maka itu akan berubah menjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap islam itu sendiri. Maka perlunya kita sebagai dakwah Islam tentunya akan membenahi hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SWT, dengan jalan dakwah yang baik, damai, tentunya dengan mengedepankan nilai-nilai taukhid dalam upaya dakwah kita.
V.PENUTUP
Demikianlah pembahsan tentang niai-nilai Islam yang menyimpang dari ajaran Islam, semoga dengan adanya pembahasan ini penulis berharap kita semua bisa menyadari, dan menolak pada hal-hal yang menyimpang tersebut. Dan semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Pimay Awaludin, 2005, Paradigma DAKWAH HUMANIS, Strategi dan metode dakwah Prof. KH. Saefuddin Zuhri,RaSAIL, Semarang.
Wahid Abdurahman, 2003, Islam Kosmopolitan, Nilai-Nilai Indonesia & Transformasi kebudayaan, The Wahid Institut: Jakarta
http://tanfidz.wordpress.com
http://ruqyah-online.blogspot.com
http://digilib.uin-suka.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar